Re: [Translation]FATAL FRAME - Hinasaki Mafuyu
Aku menunduk dan menggaruk-garuk kepalaku malu-malu.
“Yah...dibilang begitu juga, konsep ceritanya kan sudah ada. Mungkin itu sebabnya mereka meminta Saya yang menulisnya....” ucapku merendah.
“Kalau berpikir begitu, seumur hidup kau tidak akan maju-maju! Membuat sesuatu yang sudah ada karya original seperti terkadang jauh lebih sulit ketimbang membuat sesuatu yang baru, kau tahu?” Takamine Sensei memotong dengan tajam.
Rasanya aku seperti kena siram air dingin.
“Maaf...” aku cuma bisa menundukkan kepala. Aku ini bikin malu saja, tidak pe de, sampai jadi dimarahi begini oleh Sensei.
Takamine Sensei menepuk bahuku dan berkata dengan ramah, “Aku mengerti perasaanmu. Kau tegang, bukan? Orang kalau tegang memang biasa berkata tanpa berpikir panjang begitu.”
Rasanya aku mau nangis.
Tapi, aku juga merasa sangat senang dan bertambah semangat karena didukung oleh orang sehebat beliau.
Tak lama kemudian, kereta berhenti di stasiun Ichigaya. Aku turun disana dan berpisah dengan Takamine Sensei dan Hirasaka-san setelah sebelumnya berjanji untuk mengontak mereka lagi.
***
Pak Ioka sudah menunggu di bawah peta jalur JR Ichigaya. Dia lebih tua kira-kira 10 tahun dariku, tapi gayanya masih seperti anak muda. Rambutnya saja dicat coklat.
Aku langsung mendekatinya dan setelah berbasa-basi sejenak, kami berjalan.
Selama berjalan, aku setengah mati mencari bahan pembicaraan. Maklumlah, kalau bukan karena dia, mana mungkin aku dapat pekerjaan ini. Basa-basi penting disini. Tapi, memang dasar aku payah, nggak jago basa-basi, pembicaraan kami terdengar kering-kering saja.
Aku memang selalu begini kalau bertemu orang yang belum akrab denganku. Gara-gara sikapku ini, pernah juga aku dipecat di hari ketiga kerja sambilanku waktu masa kuliah dulu.
“Horor katanya.” kata Pak Ioka sambil berjalan.
“Eh?” Aku tidak langsung menyambung dengan perkataannya.
“Genre game yang akan dinovelkan itu. Judulnya ‘Zero’. Katanya sih cukup seram lho.”
“Anda sudah memainkannya?”
“Belum. Rencananya nanti Saya akan pinjam versi betanya sekalian.”
“Versi...beta?..”
“Prototype. Produk yang sudah hampir sempurna dan tinggal finishing touchnya saja disebut beta atau trial version. Anda punya Playstation 2?”
“Ya. Punya adik saya tapinya.”
“Lho? Anda punya adik?”
“Bukankah Saya sudah pernah cerita sebelum ini? Saya tinggal berdua dengan adik perempuan saya.”
“Hee...Aneh, ya...Kalau tidak salah, waktu itu Anda bilang Anda tinggal sendirian....”
Aku hanya tersenyum kecil saja mendengarnya.
Aneh.
Sebelumnya, aku pernah bercerita pada Pak Ioka bahwa aku tinggal berdua dengan adik perempuanku. Aku ingat benar waktu itu, dia langsung berkata, “Wah, kalau begitu kapan-kapan kenalkan, ya.”
Orang ini memang agak aneh dan kurang bertanggung jawab, sih. Aku pernah meminjamkan video rekaman acara TV yang kebetulan juga disukainya. Tapi, setelah beberapa lama, dia tidak mengembalikannya juga sehingga aku jadi agak habis sabar juga. Tapi waktu kutanyakan pada Pak Ioka, dia malah berkata,
“Waduh, maaf! Videonya terpakai oleh putri saya waktu dia merekam anime kesukaannya, tuh.”
Dia mengatakan itu tanpa nada penyesalan sama sekali. Entah itu namanya pikun, atau tidak bertanggung jawab, deh....
Mungkin dia memang sudah lupa ya, mengenai pembicaraan bahwa aku tinggal bersama adikku.
Kantor Game Maker yang kami tuju berjarak kira-kira 5menit berjalan kaki dari stasiun. Bagunannya seperti mansion, tapi lebih megah dan kira-kira berlantai 10. Ada resepsionisnya segala.
Sementara Pak Ioka memberi tahu siapa kami dan apa tujuan kami datang kesini, aku berdiri dengan gelisah, seolah-olah berada di tempat yang salah.
Penyakit gugup di hadapan orang yang baru kutemui memang kumat, tapi yang paling membuatku tidak tenang adalah masalah penulisan novel ini. Apa benar mereka akan menyerahkannya padaku?
Aku sama sekali tidak punya contoh karya yang layak di pamerkan. Artikel atau yang sejenisnya memang mudah. Aku tinggal meng-copynya saja. Tapi novel?
Aku sempat berpikir untuk membawa novel yang kutulis saat masih sekolah. Tapi setelah kubaca-baca lagi, kelihatan sekali novel itu ditulis oleh orang yang sangat amatir. Kalau aku nekat membawanya juga, bisa-bisa malah jadi dianggap tidak kompeten.
Beberapa menit kemudian, seorang wanita muda turun ke lobby menemui kami. Pak Ioka, yang sebelumnya sudah bertemu dengannya mengenalkan kami.
Namanya Tsukihara. Dia kelihatan sangat cantik dalam setelan yang dikenakannya. Dari tubuhnya tercium bau harum parfum yang tidak kukenal. Dia tersenyum ramah saat Pak Ioka mengenalkanku.
Aku masih terbengong-bengong selama beberapa saat, kemudian buru-buru mengeluarkan kartu namaku dari saku dan memberikannya pada Tsukihara-san.
Kami bertukar kartu nama. Begitu melihat kartu namaku, Tsukihara-san kelihatan kaget. Dia menatap wajahku lekat-lekat.
“Kenapa? Jangan-jangan, dia ini tipe kesukaannya Tsukihara-san, ya?” Pak Ioka menyeletuk dengan nada bercanda khasnya.
Tsukihara-san tersentak mendengarnya.
“Eh? Oh, maaf...” Tsukihara-san kembali tersenyum. “Mari, ikuti Saya.” katanya.
Saat berada dalam lift, aku agak kepikiran mengenai sikap aneh Tsukihara-san saat berhadapan denganku tadi.
Jangan-jangan aku sudah memberi kesan buruk tanpa kusadari di awal pertemuan? Aduuh, aku ini benar-benar payah deh kalau sudah tegang!
Tsukihara-san mengajak kami ke semacam ruang rapat yang kosong. Aku dan Pak Ioka duduk berdampingan. Tidak lama kemudian, dua orang pria masuk ke dalam ruangan.
Pak Ioka sepertinya juga baru kali ini bertemu mereka. Kami berdua sama-sama bangun dan memberikan kartu nama masing-masing.
Mereka adalah Pak Kitaike sang Game Producer, dan Pak Shibaguchi, yang menangani skenario. Keduanya berusia sekitar 30 tahunan.
Pak Kitaike bertubuh ramping, dan kelihatan sangat kalem. Cocok dengan gambaran seorang pengusaha muda. Mungkin pengaruh dari setelan jas yang dipakainya juga.
Sedangkan Pak Shibaguchi justru sebaliknya. Dia pendek, gemuk, berpakaian seadanya. Matanya tak henti-hentinya melirik kami dari balik kacamata tebal yang dipakainya.
Saat mereka melihat kartu namaku, keduanya sama-sama terkejut. Pak Shibaguchi menatapku seolah tidak mempercayai matanya sendiri. Tapi Pak Kitaike tidak demikian. DIa melihat Pak Shibaguchi yang kelihatan tidak percaya itu, dan entah kenapa, aku merasa melihatnya tersenyum.
“Kaget, kan?” kata Tsukihara-san.
“Anu...Maaf, tapi, apa ini nama asli Anda? Atau nama pena?” tanya si penanggung jawab skenario itu.
“Nama asli...”
“Bagaimana cara bacanya?”
“Hinasaki Mafuyu” aku menyebutkan nama lengkapku.
Aku sudah terbiasa ditanyai begitu. Apa boleh buat. Namaku memang agak aneh dan sulit dibaca dengan benar tanpa bantuan furigana.
“Ini...Apa-apaan...” Pak Shibaguchi menatap Pak Kitaike dengan pandangan bertanya-tanya.
“Yah, kebetulan memang hebat.” jawab Pak Kitaike tenang.
“Kebetulan....Bagaimana bisa...” Pak Shibaguchi kembali menatap kartu namaku dengan bingung.
“Kenapa? Apa ada yang aneh dengan wajah Hinasaki-san?” Pak Ioka, yang sepertinya mulai menyadari ada yang aneh bertanya.
“Maaf....Tapi, hal macam ini....” Pak Shibaguchi kelihatan masih bingung. Tsukihara-san kemudian bertanya pada Pak Ioka,
“Anda belum mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan game ini sama sekali, ya?”
“Ya. Saya hanya diberitahu ini game horor bernuansa klasik, judulnya ‘Zero’....”
“Kalau begitu, bacalah ini. Anda akan mengerti kenapa kami terkejut.” Tsukihara-san menyodorkan setumpuk dokumen.
Aku dan Pak Ioka kembali duduk dan mulai menekuni dokumen itu.
Itu adalah keseluruhan konsep game Zero.
Pertama-tama aku membuka halaman penjelasan karakter. Mataku langsung tertumbuk pada tokoh utama game itu.
Seorang gadis berusia 17 tahun, pada kolom namanya tertulis ‘Hinasaki Miku’. Tidak salah lagi. Di atas kanji nama itu tertulis furigananya.
Nama adikku!
Yang mengejutkan bukan hanya itu saja. Disana dicantumkan kalau Miku memiliki seorang kakak laki-laki bernama ‘Hinasaki Mafuyu’.
Namaku sendiri.
“Ini sungguhan?” tanya Pak Ioka.
“Silakan lihat halaman selanjutnya. Ada foto para karakter di sana.” kata Tsukihara-san. Kami membalik halaman sesuai sarannya.
“Polygon, ya.....Lho?! Kok wajah kakak tokoh utamanya persis Hinasaki-san begini?!” Pak Ioka langsung membandingkan foto itu dengan wajahku.
Karena gambar itu polygon, terasa agak aneh. Tapi wajah di foto itu memang persis wajahku. Seolah-olah aku-lah yang menjadi model 3Dnya. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, wajah gadis karakter utama yang bernama Hinasaki Miku itu.
Persis sekali dengan Miku, adikku.
“Sekarang Anda mengerti, bukan, kenapa kami semua begitu terkejut?” kata Tsukihara-san.
“Oh, saya tahu! Kalian pasti sudah sekutu, ya?” Pak Ioka tertawa terbahak-bahak sambil menatapku dan ketiga orang itu bergantian.
“Mana mungkin kami melakukan itu? Bukankah yang mengusulkan Hinasaki-san sebagai novelis adalah Anda?” balas Tsukihara-san.
“Iya, ya.....Kalau begitu, kalian kebetulan pernah melihat dan mendengar tentang Hinasaki-san, kemudian menjadikannya model karakter game ini?”
“Tidak. Kalau memang begitu, pasti kami akan minta izin dahulu sebelumnya. Iya kan, Pak Kitaike?” Pak Shibaguchi angkat bicara. Pak Kitaike mengangguk yakin.
“Tentu saja!” katanya.
“Lho? Kalau begitu?....Ngg.....” Pak Ioka menggaruk-garuk kepalanya. Dia kelihatan seperti orang yang sedang menghadapi tipuan rubah. Sementara dia memandangi tumpukan dokumen di hadapannya dengan bingung, aku mulai membaca profil karakter.
Street Light Interference Phenomena.x
Suatu malam, kalian sedang berjalan di pinggir sebuah jalan yang sepi. Ketika kalian melewati sebuah lampu jalan yang sedang menyala, tiba-tiba lampu itu padam, seakan-akan menolak kehadiran kalian di dekatnya. Ketika kalian berjalan menjauh, lampu itu kembali menyala. Dan kalian pun segera menyadari keanehan peristiwa yang baru saja terjadi.
Fenomena tersebut ternyata juga dialami oleh banyak orang dari seluruh dunia. Bahkan fenomena ini sudah diberi nama dan memiliki halaman wikipedianya sendiri. Nama fenomena ini adalah Street Light Interference alias SLI.
Street Light Interference
"Malam itu, kami sedang keluar untuk berjalan-jalan. Lalu, saya mengalami tiga atau empat kali lampu padam. Salah satu lampu jalan yang saya dekati padam begitu saja. Ketika saya berjalan menjauh, lampu itu kembali menyala. Lalu, saya kembali mendekatinya dan lampu itu kembali padam. Saya mengulangi proses itu dan hal yang sama kembali terjadi. Pertama, saya mengira ada kerusakan pada sirkuit lampu. Namun saya melihat ke arah lampu itu dari jarak yang cukup jauh selama 10 menit, dan lampu itu tetap menyala"
Kesaksian di atas adalah salah satu dari 77 kesaksian yang dikumpulkan oleh Hillary Evans dari The Association for the Scientific Study of Anomalous Phenomena (ASSAP). Mr. Evans menuangkan penelitiannya mengenai fenomena ini dalam bukunya yang terbit tahun 1993 berjudul: SLIders: The Enigma of Streetlight Interference.
Mr. Evans juga adalah orang yang pertama kali menamakan fenomena ini dengan sebutan Street Light Interference (SLI) dan ia menyebut mereka yang mengalami fenomena ini dengan sebutan SLIders.
Walaupun banyak kasus yang dilaporkan mengenai SLI, kondisi masing-masing peristiwa bisa bervariasi. Ada SLIder yang hanya mampu mempengaruhi satu lampu jalan. Ada SLIder lain yang mampu mempengaruhi satu deret lampu jalan. Ada yang memadamkan lampu ketika berada tepat di bawah lampu tersebut, namun ada juga yang bisa memadamkan lampu tersebut hanya dengan berdiri beberapa meter darinya.
Variasi-variasi seperti ini membuat SLI menjadi semakin susah diteliti karena tidak memiliki pola yang teratur.
Umumnya para SLIders adalah orang-orang yang tidak memiliki ketertarikan dengan fenomena paranormal. Mereka juga seringkali menolak menceritakan pengalamannya karena kuatir dianggap gila oleh orang-orang yang mendengarnya.
Dalam sebagian kasus, para SLIders tidak hanya memadamkan lampu jalan. Ada laporan-laporan yang menyebutkan kalau tubuh mereka juga mempengaruhi peralatan elektronik lain seperti Televisi, Radio, Jam Digital dan CD Player. Kita sudah sering mendengar mengenai tubuh manusia yang mengandung magnet atau listrik yang kuat sehingga mampu mempengaruhi barang elektronik. Karena itu SLIders jenis ini tidak lagi terdengar aneh di telinga kita.
Namun, jika seseorang hanya mampu mempengaruhi lampu jalan, maka ini adalah sebuah teka-teki yang cukup membingungkan.
Apa yang menyebabkannya?
Gelombang listrik otak
Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam penelitian mengenai fenomena "paranormal" adalah sulitnya mereproduksi ulang fenomena ini di dalam laboratorium, termasuk fenomena SLI. Para SLIders umumnya melaporkan kalau fenomena ini terjadi begitu saja tanpa disengaja. Karena itu, sebagian peneliti berpendapat kalau fenomena ini mungkin berkaitan dengan gelombang listrik di dalam otak yang tanpa disadari telah memicu SLI. Mungkinkah?
Setiap gerakan dan pikiran manusia sesungguhnya dihasilkan oleh gelombang listrik di dalam otak. Sepanjang pengetahuan sains, gelombang ini hanya memiliki pengaruh terhadap tubuh manusia itu sendiri. Namun, sebagian orang sejak lama percaya kalau gelombang ini juga bisa mempengaruhi benda-benda di luar tubuh. Inilah yang kita kenal dengan sebutan Mind Over Matter, yaitu pikiran yang mampu mempengaruhi benda-benda fisik. Contohnya adalah kemampuan telekinesis.
Beberapa SLIders melaporkan kalau fenomena ini terjadi ketika mereka sedang mengalami perasaan emosional yang ekstrem. Emosi yang berlebihan ini dipercaya telah menyebabkan gelombang otak yang dihasilkan mampu mematikan lampu jalan yang dilewatinya.
Salah seorang SLIder ternama dari Inggris bernama Debbie Wolf menceritakan kepada CNN:
"Ketika itu terjadi, biasanya saya sedang tertekan karena suatu hal. Tidak berarti stress berat, namun ketika saya benar-benar memikirkan sesuatu dengan keras di dalam kepala saya, maka hal itu terjadi."
Debbie adalah SLIder yang juga mampu mempengaruhi peralatan-peralatan elektrik lain.
Menariknya, Debbie menceritakan kalau ia pernah mematikan satu deret lampu jalan ketika ia melewatinya dengan sepeda motor.
Untuk kasus Debbie, mungkin kita bisa berasumsi kalau tubuhnya mengandung listrik yang cukup kuat sehingga bisa mempengaruhi lampu jalan dan juga peralatan elektrik lainnya.
Namun, untuk SLIder lainnya, mengapa gelombang otak mereka hanya bisa mempengaruhi lampu jalan? Kedengarannya sangat tidak masuk akal.
Apakah ada penjelasan lain yang lebih memadai?
Confirmation Bias
Bagi sebagian peneliti lainnya, Mind Over Matter mungkin berlebihan. David Barlow, seorang ahli astrofisika, berpendapat kalau fenomena SLI sesungguhnya tidak pernah ada. Yang terjadi hanyalah persepsi sang pejalan kaki.
Penjelasannya seperti ini:
Jika kita berjalan kaki di malam hari, umumnya, ketika lampu jalan menyala terus menerus, kita tidak akan menaruh perhatian padanya. Namun ketika lampu jalan itu padam saat kita berada di bawahnya, maka kita akan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak biasa. Jika lampu jalan itu kembali menyala setelah kita menjauhinya, maka persepsi akan menciptakan kepercayaan di dalam diri kita kalau sebuah fenomena aneh sedang berlangsung.
Proses penciptaan persepsi ini disebut dengan Confirmation Bias, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk lebih menerima informasi yang mendukung teori mereka tanpa mempedulikan apakah informasi tersebut benar atau salah.
Ketika dikombinasikan dengan lampu jalan yang bermasalah, terciptalah SLI.
Lampu jalan di Amerika umumnya menggunakan lampu sodium. Menurut salah seorang insinyur dari General Electric, Lampu ini memiliki sistem keamanan yang mengatur suhu maksimal yang dapat diterima oleh lampu tersebut. Ketika umur lampu sudah cukup tua, sodium di dalamnya akan berkurang karena proses-proses kimiawi. Ini menyebabkan voltase akan menaikkan suhu lampu tanpa hambatan.
Jika suhu melebihi kapasitas normal, maka lampu akan mati. Ketika ini terjadi, ia akan mendingin dan suhunya akan kembali mencapai batas normal. Setelah itu, lampu akan kembali menyala. Proses ini bisa terjadi hanya dalam beberapa menit.
Jika kita kebetulan lewat di bawah lampu yang sudah usang ini, sebuah persepsi bisa tercipta di dalam pikiran kita kalau kitalah yang telah mempengaruhi lampu tersebut.
Karena itu, insinyur General Electric tersebut mengatakan kalau SLI sesungguhnya hanyalah sebuah "Kombinasi dari kebetulan dan pikiran yang mengada-ngada".
Walaupun jawaban ini cukup masuk akal, namun masih belum bisa menjelaskan beberapa hal.
Misalnya, dalam banyak kasus, lampu yang dipengaruhi oleh para SLIders ternyata bukan hanya lampu sodium. Lalu, ada juga saksi yang melaporkan kalau ia mampu mempengaruhi satu deret lampu jalan (seperti Debbie) yang membuat penjelasan ini menjadi tidak mengena. Soalnya, hampir tidak mungkin kalau satu deret lampu jalan sama-sama usang dalam waktu yang bersamaan kemudian menyala dan padam pada waktu yang tepat.
Jadi, ini adalah satu lagi fenomena paranormal yang tidak bisa dijelaskan secara memuaskan oleh sains, dan mungkin akan tetap tidak terjelaskan karena dunia sains sepertinya tidak terlalu tertarik untuk mengeksplorasinya lebih dalam, berbeda dengan fenomena paranormal lain seperti telepati atau telekinesis.
Namun, sehebat apapun fenomena ini, Mr.Evans mengakui kalau fenomena ini sepertinya tidak memiliki arti apapun.
"Efek yang terjadi biasanya spontan dan sepertinya tidak memiliki arti. Ia tidak memiliki manfaat praktis atau memberikan kepuasan kepada individu atau dalam suatu cara menyediakan tujuan psikologis"
Jika saya adalah seorang SLIder, tentu saja, saya pun akan kebingungan dengan manfaat kemampuan yang satu ini.
Fenomena tersebut ternyata juga dialami oleh banyak orang dari seluruh dunia. Bahkan fenomena ini sudah diberi nama dan memiliki halaman wikipedianya sendiri. Nama fenomena ini adalah Street Light Interference alias SLI.
Street Light Interference
"Malam itu, kami sedang keluar untuk berjalan-jalan. Lalu, saya mengalami tiga atau empat kali lampu padam. Salah satu lampu jalan yang saya dekati padam begitu saja. Ketika saya berjalan menjauh, lampu itu kembali menyala. Lalu, saya kembali mendekatinya dan lampu itu kembali padam. Saya mengulangi proses itu dan hal yang sama kembali terjadi. Pertama, saya mengira ada kerusakan pada sirkuit lampu. Namun saya melihat ke arah lampu itu dari jarak yang cukup jauh selama 10 menit, dan lampu itu tetap menyala"
Kesaksian di atas adalah salah satu dari 77 kesaksian yang dikumpulkan oleh Hillary Evans dari The Association for the Scientific Study of Anomalous Phenomena (ASSAP). Mr. Evans menuangkan penelitiannya mengenai fenomena ini dalam bukunya yang terbit tahun 1993 berjudul: SLIders: The Enigma of Streetlight Interference.
Mr. Evans juga adalah orang yang pertama kali menamakan fenomena ini dengan sebutan Street Light Interference (SLI) dan ia menyebut mereka yang mengalami fenomena ini dengan sebutan SLIders.
Walaupun banyak kasus yang dilaporkan mengenai SLI, kondisi masing-masing peristiwa bisa bervariasi. Ada SLIder yang hanya mampu mempengaruhi satu lampu jalan. Ada SLIder lain yang mampu mempengaruhi satu deret lampu jalan. Ada yang memadamkan lampu ketika berada tepat di bawah lampu tersebut, namun ada juga yang bisa memadamkan lampu tersebut hanya dengan berdiri beberapa meter darinya.
Variasi-variasi seperti ini membuat SLI menjadi semakin susah diteliti karena tidak memiliki pola yang teratur.
Umumnya para SLIders adalah orang-orang yang tidak memiliki ketertarikan dengan fenomena paranormal. Mereka juga seringkali menolak menceritakan pengalamannya karena kuatir dianggap gila oleh orang-orang yang mendengarnya.
Dalam sebagian kasus, para SLIders tidak hanya memadamkan lampu jalan. Ada laporan-laporan yang menyebutkan kalau tubuh mereka juga mempengaruhi peralatan elektronik lain seperti Televisi, Radio, Jam Digital dan CD Player. Kita sudah sering mendengar mengenai tubuh manusia yang mengandung magnet atau listrik yang kuat sehingga mampu mempengaruhi barang elektronik. Karena itu SLIders jenis ini tidak lagi terdengar aneh di telinga kita.
Namun, jika seseorang hanya mampu mempengaruhi lampu jalan, maka ini adalah sebuah teka-teki yang cukup membingungkan.
Apa yang menyebabkannya?
Gelombang listrik otak
Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam penelitian mengenai fenomena "paranormal" adalah sulitnya mereproduksi ulang fenomena ini di dalam laboratorium, termasuk fenomena SLI. Para SLIders umumnya melaporkan kalau fenomena ini terjadi begitu saja tanpa disengaja. Karena itu, sebagian peneliti berpendapat kalau fenomena ini mungkin berkaitan dengan gelombang listrik di dalam otak yang tanpa disadari telah memicu SLI. Mungkinkah?
Setiap gerakan dan pikiran manusia sesungguhnya dihasilkan oleh gelombang listrik di dalam otak. Sepanjang pengetahuan sains, gelombang ini hanya memiliki pengaruh terhadap tubuh manusia itu sendiri. Namun, sebagian orang sejak lama percaya kalau gelombang ini juga bisa mempengaruhi benda-benda di luar tubuh. Inilah yang kita kenal dengan sebutan Mind Over Matter, yaitu pikiran yang mampu mempengaruhi benda-benda fisik. Contohnya adalah kemampuan telekinesis.
Beberapa SLIders melaporkan kalau fenomena ini terjadi ketika mereka sedang mengalami perasaan emosional yang ekstrem. Emosi yang berlebihan ini dipercaya telah menyebabkan gelombang otak yang dihasilkan mampu mematikan lampu jalan yang dilewatinya.
Salah seorang SLIder ternama dari Inggris bernama Debbie Wolf menceritakan kepada CNN:
"Ketika itu terjadi, biasanya saya sedang tertekan karena suatu hal. Tidak berarti stress berat, namun ketika saya benar-benar memikirkan sesuatu dengan keras di dalam kepala saya, maka hal itu terjadi."
Debbie adalah SLIder yang juga mampu mempengaruhi peralatan-peralatan elektrik lain.
Menariknya, Debbie menceritakan kalau ia pernah mematikan satu deret lampu jalan ketika ia melewatinya dengan sepeda motor.
Untuk kasus Debbie, mungkin kita bisa berasumsi kalau tubuhnya mengandung listrik yang cukup kuat sehingga bisa mempengaruhi lampu jalan dan juga peralatan elektrik lainnya.
Namun, untuk SLIder lainnya, mengapa gelombang otak mereka hanya bisa mempengaruhi lampu jalan? Kedengarannya sangat tidak masuk akal.
Apakah ada penjelasan lain yang lebih memadai?
Confirmation Bias
Bagi sebagian peneliti lainnya, Mind Over Matter mungkin berlebihan. David Barlow, seorang ahli astrofisika, berpendapat kalau fenomena SLI sesungguhnya tidak pernah ada. Yang terjadi hanyalah persepsi sang pejalan kaki.
Penjelasannya seperti ini:
Jika kita berjalan kaki di malam hari, umumnya, ketika lampu jalan menyala terus menerus, kita tidak akan menaruh perhatian padanya. Namun ketika lampu jalan itu padam saat kita berada di bawahnya, maka kita akan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak biasa. Jika lampu jalan itu kembali menyala setelah kita menjauhinya, maka persepsi akan menciptakan kepercayaan di dalam diri kita kalau sebuah fenomena aneh sedang berlangsung.
Proses penciptaan persepsi ini disebut dengan Confirmation Bias, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk lebih menerima informasi yang mendukung teori mereka tanpa mempedulikan apakah informasi tersebut benar atau salah.
Ketika dikombinasikan dengan lampu jalan yang bermasalah, terciptalah SLI.
Lampu jalan di Amerika umumnya menggunakan lampu sodium. Menurut salah seorang insinyur dari General Electric, Lampu ini memiliki sistem keamanan yang mengatur suhu maksimal yang dapat diterima oleh lampu tersebut. Ketika umur lampu sudah cukup tua, sodium di dalamnya akan berkurang karena proses-proses kimiawi. Ini menyebabkan voltase akan menaikkan suhu lampu tanpa hambatan.
Jika suhu melebihi kapasitas normal, maka lampu akan mati. Ketika ini terjadi, ia akan mendingin dan suhunya akan kembali mencapai batas normal. Setelah itu, lampu akan kembali menyala. Proses ini bisa terjadi hanya dalam beberapa menit.
Jika kita kebetulan lewat di bawah lampu yang sudah usang ini, sebuah persepsi bisa tercipta di dalam pikiran kita kalau kitalah yang telah mempengaruhi lampu tersebut.
Karena itu, insinyur General Electric tersebut mengatakan kalau SLI sesungguhnya hanyalah sebuah "Kombinasi dari kebetulan dan pikiran yang mengada-ngada".
Walaupun jawaban ini cukup masuk akal, namun masih belum bisa menjelaskan beberapa hal.
Misalnya, dalam banyak kasus, lampu yang dipengaruhi oleh para SLIders ternyata bukan hanya lampu sodium. Lalu, ada juga saksi yang melaporkan kalau ia mampu mempengaruhi satu deret lampu jalan (seperti Debbie) yang membuat penjelasan ini menjadi tidak mengena. Soalnya, hampir tidak mungkin kalau satu deret lampu jalan sama-sama usang dalam waktu yang bersamaan kemudian menyala dan padam pada waktu yang tepat.
Jadi, ini adalah satu lagi fenomena paranormal yang tidak bisa dijelaskan secara memuaskan oleh sains, dan mungkin akan tetap tidak terjelaskan karena dunia sains sepertinya tidak terlalu tertarik untuk mengeksplorasinya lebih dalam, berbeda dengan fenomena paranormal lain seperti telepati atau telekinesis.
Namun, sehebat apapun fenomena ini, Mr.Evans mengakui kalau fenomena ini sepertinya tidak memiliki arti apapun.
"Efek yang terjadi biasanya spontan dan sepertinya tidak memiliki arti. Ia tidak memiliki manfaat praktis atau memberikan kepuasan kepada individu atau dalam suatu cara menyediakan tujuan psikologis"
Jika saya adalah seorang SLIder, tentu saja, saya pun akan kebingungan dengan manfaat kemampuan yang satu ini.
Iseng! (no offense gan) , Kesalahan Keji Google Translate
Wahahaha
cuma share doang
berbagi tawa dgn member
langsung aja
1. Go to google translate
2. Set terjemahan dr english ke vietnamese
3. Ketik "Will justin bieber ever hit puberty"
4. Klik translate
5. Copy hasil terjemahan lalu paste ke kotak translate, tp kali ini dr vietnamese ke english
6. Lihat hasilnya and let's laugh together
wkwkwkwkwk
keji bukan?
Kita bertanya, google translate yg jwb
ok
selamat malam ^^
FROM ~CLAN IBLIS~
cuma share doang
berbagi tawa dgn member
langsung aja
1. Go to google translate
2. Set terjemahan dr english ke vietnamese
3. Ketik "Will justin bieber ever hit puberty"
4. Klik translate
5. Copy hasil terjemahan lalu paste ke kotak translate, tp kali ini dr vietnamese ke english
6. Lihat hasilnya and let's laugh together
wkwkwkwkwk
keji bukan?
Kita bertanya, google translate yg jwb
ok
selamat malam ^^
FROM ~CLAN IBLIS~
no titlle :)
DESCLAIMER :
Jun Mochizuki
TITLE :
Pairing :
Sama siapa aja
Author :
Reyhana
WARNING :
OOC,AC,OC,alur parah,miss-typo,ide pasaran dan tidak menarik
Ini merupakan musim semi pertama alice di kota besar ini. Gadis berambut cokelat panjang dengan mata violetnya atau bisa kita panggil dengan nama alice. Gadis itu memandang pepohonon yang berada di halaman rumah miliknya,ia terbius oleh kesejukan yang membawanya ke dunia miliknya sendiri. Dia tidak mengetahui dibelakangnya telah berdiri seseorang.
“hey, ayo berangkat” ucap seorang anak lelaki yang terlihat lebih tua dari alice. Begitu mendengar suara lelaki itu alice menoleh ke belakang dan menemukan kakaknya -glen- berdiri dibelakangnya.
“un” ucap alice sambil mengangguk. Mereka mulai berjalan meninggalkan rumah. Alice berjalan kecil di belakang glen. Perjalanan ini hanya akan menempuh waktu sekitar 15 menit dengan berjalan kaki.
“nii-san” ucap alice pelan-pelan.
“ya?” balas glen menoleh ke arah alice dan melambatkan langkahnya.
Mereka yang Sekarang sedang berjalan di atas trotoar jalan. Pepohonan yang berdiri kokoh di sebelah trotoar ini membuat para pejalan kaki terhindar dari sinar matahari, juga menjadi keindahan tersendiri untuk alice. Alice menyukai pepohonan yang sedang gugur, seperti mengamati detik-detik terakhir sebelum mereka tumbuh kembali.
“begini, nii-san… mmm…” ucap alice bingung. Alice menimbang-nimbang untuk menanyakan hal itu dengan glen. Selama beberapa saat meerekaa berdua terdiam, menghentikan langkah di antara himpunan manusi yang sedang berlalu di samping maupun depan mereka.
Glen mengernyitkan alisnya. “kenapa alice?” ucapnya mendengar ucapan alice yang setengah-tengah itu.
“mmm… hari ini… bolehkah aku pergi ke rumah temanku?” ucap alice dengan sedikit ragu ragu. Sesaat setelah itu glen tertawa lepas, mungkin dia terkejut dengan pertanyaan adiknya itu.
“haha… kau ini, tentu saja boleh dan kamu harus pulang sebelum hari menjadi gelap ya” ucap glen sambil mengacak-nagack rambut cokelat milik alice. Walaupun alice tidak suka glen menyentuh rambut miliknya tetapi, dia senang telah di ijinkan.
“thanks nii-san” ucap alice dengan senyuman mengembang di wajahnya dan glen mebalas alice dengan senyuman juga *bisa bayangin gak glen senyum*.
“hey, nii-san kapan kamu akan menikahi lacie?” ucap alice tiba-tiba. Glen yang medengar itu sedikit terperanjat .
“haha… kapan ya… anak kecil gak boleh tau” ucap glen mengolok adiknya.
“kau pelit, nii-san”
“haha… bercanda kok, jangan cemberut dong” ucap glen sambil mencubit pipi alice.
“akh… sakit… lepas” ucap alice berusaha melepas jari glen yang berada di pipinya.
“haha.. sudah jgn banyak tanya, ayo cepat jalannya. Nanti kau telat loh” ucap glen menghentikan pembicaraan kami. “siapa yang mulai duluan” ucapku menatap tajam
nii-san. ‘Nii-san malah tertawa,baka!’ batin alice melihat glen tertawa mendengar ucapan alice.
“sudah berhenti, kamu membuatku tertawa terus” ucap glen dan langsung menarik tangan alice dan berlari menerobos kerumunan manusia yg sedang berjalan berlawanan arah dengan mereka.
“nii-san, jangan cepat-cepat. Aku tidak bisa mengimbangi nii-san” ucap alice di sela-sela saat mereka berlari. Selama sisa perjalanan menuju Pandora gakuen dilalui alice dengan berlari bersama glen. Dan akhirnya mereka sampai.
“nah, sudah sampai” ucap glen dan menoleh ke belakang melihat ekpresi alice.
“kau jahat, nii-san hosh, hosh,” ucapn alice yang terduduk. Napasnya tidek beraturan, jantungnya berdetak cepat, berulang kali dia berusaha memperlambat detak jantungnya, mengatur napasnya dan hal itu memakan waktu sekitar 5 menit.
“gimana udh tenang?” ucap glen dengan wajah innocennya. Alice mendengus kesal melihat wajah glen, sedangkan glen terkikik melihat alice dan membantunya berdiri. Alice menerima bantuan glen dengan setengah hati. Stelah berdiri alice menepuk-nepuk rok seragamnya untuk membersihkan debu yang menempel.
Teng, teng teng,
Bel terdengar di telinga glen dan alice, bel itu merupakan tanda bahwa gerbang sekolah akan ditutup. “ah, gawat. Aku masuk nii-san” ucap alice sambil berlalu di depan glen dan meninggalkan glen. Glen melambaikan tangannya walaupun tau alice tidak akan melihatnya. Glen melangkah menjauh dari gerbang tempatnya tadi berdiri.
Jun Mochizuki
TITLE :
Pairing :
Sama siapa aja
Author :
Reyhana
WARNING :
OOC,AC,OC,alur parah,miss-typo,ide pasaran dan tidak menarik
Ini merupakan musim semi pertama alice di kota besar ini. Gadis berambut cokelat panjang dengan mata violetnya atau bisa kita panggil dengan nama alice. Gadis itu memandang pepohonon yang berada di halaman rumah miliknya,ia terbius oleh kesejukan yang membawanya ke dunia miliknya sendiri. Dia tidak mengetahui dibelakangnya telah berdiri seseorang.
“hey, ayo berangkat” ucap seorang anak lelaki yang terlihat lebih tua dari alice. Begitu mendengar suara lelaki itu alice menoleh ke belakang dan menemukan kakaknya -glen- berdiri dibelakangnya.
“un” ucap alice sambil mengangguk. Mereka mulai berjalan meninggalkan rumah. Alice berjalan kecil di belakang glen. Perjalanan ini hanya akan menempuh waktu sekitar 15 menit dengan berjalan kaki.
“nii-san” ucap alice pelan-pelan.
“ya?” balas glen menoleh ke arah alice dan melambatkan langkahnya.
Mereka yang Sekarang sedang berjalan di atas trotoar jalan. Pepohonan yang berdiri kokoh di sebelah trotoar ini membuat para pejalan kaki terhindar dari sinar matahari, juga menjadi keindahan tersendiri untuk alice. Alice menyukai pepohonan yang sedang gugur, seperti mengamati detik-detik terakhir sebelum mereka tumbuh kembali.
“begini, nii-san… mmm…” ucap alice bingung. Alice menimbang-nimbang untuk menanyakan hal itu dengan glen. Selama beberapa saat meerekaa berdua terdiam, menghentikan langkah di antara himpunan manusi yang sedang berlalu di samping maupun depan mereka.
Glen mengernyitkan alisnya. “kenapa alice?” ucapnya mendengar ucapan alice yang setengah-tengah itu.
“mmm… hari ini… bolehkah aku pergi ke rumah temanku?” ucap alice dengan sedikit ragu ragu. Sesaat setelah itu glen tertawa lepas, mungkin dia terkejut dengan pertanyaan adiknya itu.
“haha… kau ini, tentu saja boleh dan kamu harus pulang sebelum hari menjadi gelap ya” ucap glen sambil mengacak-nagack rambut cokelat milik alice. Walaupun alice tidak suka glen menyentuh rambut miliknya tetapi, dia senang telah di ijinkan.
“thanks nii-san” ucap alice dengan senyuman mengembang di wajahnya dan glen mebalas alice dengan senyuman juga *bisa bayangin gak glen senyum*.
“hey, nii-san kapan kamu akan menikahi lacie?” ucap alice tiba-tiba. Glen yang medengar itu sedikit terperanjat .
“haha… kapan ya… anak kecil gak boleh tau” ucap glen mengolok adiknya.
“kau pelit, nii-san”
“haha… bercanda kok, jangan cemberut dong” ucap glen sambil mencubit pipi alice.
“akh… sakit… lepas” ucap alice berusaha melepas jari glen yang berada di pipinya.
“haha.. sudah jgn banyak tanya, ayo cepat jalannya. Nanti kau telat loh” ucap glen menghentikan pembicaraan kami. “siapa yang mulai duluan” ucapku menatap tajam
nii-san. ‘Nii-san malah tertawa,baka!’ batin alice melihat glen tertawa mendengar ucapan alice.
“sudah berhenti, kamu membuatku tertawa terus” ucap glen dan langsung menarik tangan alice dan berlari menerobos kerumunan manusia yg sedang berjalan berlawanan arah dengan mereka.
“nii-san, jangan cepat-cepat. Aku tidak bisa mengimbangi nii-san” ucap alice di sela-sela saat mereka berlari. Selama sisa perjalanan menuju Pandora gakuen dilalui alice dengan berlari bersama glen. Dan akhirnya mereka sampai.
“nah, sudah sampai” ucap glen dan menoleh ke belakang melihat ekpresi alice.
“kau jahat, nii-san hosh, hosh,” ucapn alice yang terduduk. Napasnya tidek beraturan, jantungnya berdetak cepat, berulang kali dia berusaha memperlambat detak jantungnya, mengatur napasnya dan hal itu memakan waktu sekitar 5 menit.
“gimana udh tenang?” ucap glen dengan wajah innocennya. Alice mendengus kesal melihat wajah glen, sedangkan glen terkikik melihat alice dan membantunya berdiri. Alice menerima bantuan glen dengan setengah hati. Stelah berdiri alice menepuk-nepuk rok seragamnya untuk membersihkan debu yang menempel.
Teng, teng teng,
Bel terdengar di telinga glen dan alice, bel itu merupakan tanda bahwa gerbang sekolah akan ditutup. “ah, gawat. Aku masuk nii-san” ucap alice sambil berlalu di depan glen dan meninggalkan glen. Glen melambaikan tangannya walaupun tau alice tidak akan melihatnya. Glen melangkah menjauh dari gerbang tempatnya tadi berdiri.
i love you
I LOVE U
Aku mempunyai seorang pacar yang tumbuh besar bersamaku.
Namanya Ken.
Aku selalu menganggapnya sebagai seorang teman, sampai tahun lalu ketika kami bersama-sama camping dalam suatu kegiatan pramuka. Aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta dengannya. Sebelum camp itu berakhir, aku mengambil langkah dan mengakui perasaanku kepadanya. Dan tidak lama kemudian, kami menjadi sepasang kekasih.
Tetapi kita mengasihi satu sama lain dengan cara yang berbeda.
Aku selalu memikirkan dirinya. Hanya dia yang ada dalam pikiranku. Tetapi dalam pikirannya, terdapat begitu banyak perempuan.
Bagiku, dia adalah satu-satunya. Namun bagi dia, mungkin aku hanyalah seorang wanita biasa...
"Ken, kamu mau pergi nonton bioskop?" Aku bertanya.
"Aku ngga bisa."
"Kenapa? Kamu harus belajar ya di rumah?" Aku merasakan sedikit kekecewaan.
"Bukan... Aku mau pergi ketemuan sama teman..."
Dia selalu seperti itu. Baginya, aku hanyalah seorang 'pacar'. Kata 'cinta' hanya keluar dari mulutku. Sejak aku mengenalnya, aku tidak pernah mendengar dia berkata "Aku mencintaimu". Tidak pernah ada perayaan anniversary dalam hubungan kita. Bahkan mungkin dia sudah lupa dengan hari jadi kita.
Sejak hari pertama, dia tidak pernah mengucapkan "Aku cinta padamu". Ini terus berlanjut sampai 100 hari ... ... 200 hari....
Dan setiap kali dia mengantar aku pulang, sebelum kita berpisah, dia hanya memberikan aku sebuah boneka. Setiap hari... tidak pernah sekalipun lupa. Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu...
Kemudian pada satu hari, sebelum kita berpisah...
Aku: "Umm, Ken, aku ..."
Ken: "Apa? Jangan berhenti.. Katakan saja."
Aku: "AKu mencintaimu."
Ken: "... ... ... kamu... ... sudah, bawa saja boneka ini dan pulanglah."
Itulah bagaimana caranya menghiraukan kata-kata "Aku mencintaimu" dari mulutku dan memberikan sebuah boneka. Lalu dia menghilang, sepertinya berusaha lari dariku. Boneka yang aku terima darinya tiap hari, mengisi penuh kamarku.
Ada banyak....
Kemudian datang satu hari, hari ulang tahunku yang ke 17.
Ketika aku bangun di pagi hari, aku memikirkan sebuah pesta dengannya dan menunggu telpon darinya di dalam kamar.
Tetapi.... jam makan siang telah lewat, makan malam telah berlalu dan langit telah menjadi gelap ... Dia masih belum menelepon..
Lalu sekitar jam 2 pagi, dia tiba-tiba menelepon dan membangunkanku dari tidur. Dia mengatakan kepadaku untuk segera keluar dari rumah. Aku tetap merasakan kebahagiaan mendengarkan panggilannya dan segera lari ke luar rumah dengan gembira.
Aku: "Ken..."
Ken: "Ini ... ... ambillah."
Sekali lagi, dia memberikanku sebuah boneka kecil.
Aku: "Apa ini?"
Ken: "Aku belum kasih boneka ini kemarin. Jadi aku kasih sekarang. Aku pulang dulu ya... Bye..."
Aku: "Tunggu, tunggu! Kamu tahu hari ini hari apa?"
Ken: "Hari Ini? Huh?"
Aku merasa begitu sedih, aku pikir dia akan ingat hari ulang tahunku. Tapi ternyata tidak.
Ia berpaling dan berjalan seakan-akan tidak ada apa-apa. Lalu aku berteriak: "Tunggu ..."
Ken: "... ....Ada yang perlu kamu omongin?"
Aku: "Katakan! Katakan kalau kamu mencintaiku..."
Ken: "Apa?!"
Aku: "Katakanlah... ... ..."
Aku merasa begitu sedih, tertekan, dan kecewa. Dia hanya berucap kata-kata dingin lalu pergi.
"Aku ga mau bilang semudah itu kalau aku mencintai seseorang. Tapi kalau kamu benar-benar putus asa untuk mendengarkannya, ..carilah orang lain."
Itulah kata-kata dingin yang diucapkannya sebelum dia lari menjauh. Kakiku terasa kaku, seketika aku jatuh ke tanah.
Dia tidak mau mengatakannya semudah itu... bagaimana dia bisa seperti itu..... mungkin, mungkin dia bukan orang yang tepat buatku...
Sebulan telah berlalu, aku sendiri masih bersama dengannya dan pergi ke sekolah bersama-sama. Tapi apa yang membuat rasa sakitku muncul adalah... aku melihat dia berjalan dengan ... perempuan lain ... Dia sambil tersenyum di wajahnya, senyum yang tidak pernah ia tunjukkan padaku ...
Aku langsung berlari ke rumah dan melihat boneka-boneka di kamarku.. dan air mata menetes.. Mengapa dia memberikan ini semua kepadaku. Mungkin boneka boneka ini berasal dari beberapa teman perempuannya.
Dalam kemarahan yang mendalam, aku melemparkan boneka-boneka itu ke sekitarku.
Kemudian tiba-tiba telepon berdering. Ternyata itu telepon darinya. Dia mengatakan kepadaku untuk datang ke bus stop di luar rumah. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berjalan ke bus stop. Aku tetap mengingatkan diri bahwa aku akan melupakannya... bahwa ini semua akan segera berakhir..
Kemudian ia datang ke hadapanku, memegang sebuah boneka besar.
Ken: " aku pikir kamu tidak akan datang."
Aku tidak bisa membencinya. Aku mencoba berpura-pura bertingkah seperti biasa dan menganggap tidak ada yang terjadi.
Tapi ternyata, dia memegang sebuah boneka. Sama seperti biasanya.
Aku: "Aku tidak butuh itu lagi."
Ken: "Apa? ... ...Kenapa?"
Lalu aku mengambil boneka dari tangannya dan melemparkan boneka itu ke jalan.
Aku: "Aku tidak butuh boneka ini, aku tidak membutuhkannya lagi!! Aku tidak mau lagi melihat orang seperti dirimu!"
Aku mengatakan semuanya. Semua hal yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat terkejut. Matanya bergemetar.
"Maafkan aku.." Dia meminta maaf dalam suara yang kecil.
Kemudian ia berjalan untuk mengambil boneka yang aku lempar itu di jalanan.
Aku: "Bodoh kamu. Mengapa kamu mengambilnya? Buang saja boneka itu!"
Tapi ia tidak mendengarkan kata-kataku. Ia menghiraukanku dan tetap berjalan mengambil boneka itu.
TIN!!..TIN!!..TIN!!~
Dengan suara klakson yang kencang, sebuah truk melaju kencang kearahnya.
"Ken! Awas!! Pergi dari situ!!" Teriakku.. Tapi ia tidak mendengarkanku dan membungkuk untuk mengambil bonekanya.
"Ken!! Minggirlah!!"
TIIIINNN!!!!..
"Braakkk!!!"
Itulah bagaimana dia pergi dariku. Pergi tanpa membuka kedua matanya untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya kepadaku.
Setelah hari itu, aku harus melewati hari-hariku dengan perasaan bersalah dan kesedihan akan kehilangan dirinya. Dan setelah melewati dua bulan seperti orang gila, aku mengambil boneka-bonekanya.
Boneka-boneka itu adalah satu-satunya peninggalan darinya untukku semenjak hari pertama kita berpacaran.
Lalu aku teringat hari-hari yang telah kuhabiskan dengannya dan mulai menghitung hari-hari dimana kita masih bersama-sama...
"Satu ... dua ... tiga ..." Itulah bagaimana aku mencoba menghitung semua boneka itu.
"Empat ratus delapan puluh empat ... empat ratus delapan puluh lima ..." Itu semua berakhir dengan 485 boneka.
Aku kemudian mulai menangis lagi, dengan boneka di tanganku. Aku memeluk erat-erat boneka itu, dan tiba-tiba...
"I love you ~, I love you ~" Aku terkejut dan menjatuhkan boneka itu.
"I...lo..ve..you?" Aku lalu mengambil boneka itu dan mencoba menekan perut boneka itu.
"I love you ~ I love you ~" Mustahil! Kemudian aku menekan semua perut boneka-boneka itu..
"I love you ~"
"I love you ~"
"I love you ~"
Kata-kata tersebut datang tanpa henti. I..love..you ...
Mengapa aku tidak menyadarinya. Di dalam hatinya selalu ada aku. Dia selalu berusaha melindungiku. Mengapa aku tidak menyadari bahwa dia mencintaiku seperti ini...
Aku mengambil boneka di bawah tempat tidurku dan menekan perutnya. Ini adalah boneka yang terakhir, boneka yang aku lempar di jalanan itu. Masih ada bercak darahnya di boneka itu.
Suara itu kemudian keluar dari boneka itu. Suara yang tidak pernah aku lupakan..
"... Kamu tau hari ini hari apa? Kita telah saling jatuh cinta selama 486 hari. Kamu tahu, aku tidak bisa mengatakan aku mencintaimu....umm...itu semua karena aku malu untuk mengatakannya.
Kalau kamu mau memaafkanku dan mengambil boneka ini, aku berjanji akan mengatakan 'Aku mencintaimu' setiap hari.. setiap hari sampai aku mati .. Aku mencintaimu..."
Air mata mengalir deras di wajahku.
Mengapa? Mengapa? Aku bertanya Tuhan.. Mengapa aku baru mengetahui ini semua sekarang?
Dia tidak berada di sisiku lagi.
Tetapi aku tahu kalau dia mencintaiku sampai detik terakhirnya..
Untuk itu... dan untuk alasan itu... ... ...menjadi pacuan semangat dalam hidupku..untuk terus berusaha dalam kehidupan yang indah ini.
Quote:
“ Every man is afraid of
something. That's how you
know he's in
love with you; when he is
afraid of losing you. ”
Semoga postingan ini
bermanfaat buat kalian
semua..
Mengajari kita untuk
mencintai sesama dan
mengajari kita untuk
berani mengutarakan "aku
mencintaimu" selagi ada
kesempatan
Quote:
“ Love is just a word until
someone comes along and
gives it
meaning.”
Thx
Aku mempunyai seorang pacar yang tumbuh besar bersamaku.
Namanya Ken.
Aku selalu menganggapnya sebagai seorang teman, sampai tahun lalu ketika kami bersama-sama camping dalam suatu kegiatan pramuka. Aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta dengannya. Sebelum camp itu berakhir, aku mengambil langkah dan mengakui perasaanku kepadanya. Dan tidak lama kemudian, kami menjadi sepasang kekasih.
Tetapi kita mengasihi satu sama lain dengan cara yang berbeda.
Aku selalu memikirkan dirinya. Hanya dia yang ada dalam pikiranku. Tetapi dalam pikirannya, terdapat begitu banyak perempuan.
Bagiku, dia adalah satu-satunya. Namun bagi dia, mungkin aku hanyalah seorang wanita biasa...
"Ken, kamu mau pergi nonton bioskop?" Aku bertanya.
"Aku ngga bisa."
"Kenapa? Kamu harus belajar ya di rumah?" Aku merasakan sedikit kekecewaan.
"Bukan... Aku mau pergi ketemuan sama teman..."
Dia selalu seperti itu. Baginya, aku hanyalah seorang 'pacar'. Kata 'cinta' hanya keluar dari mulutku. Sejak aku mengenalnya, aku tidak pernah mendengar dia berkata "Aku mencintaimu". Tidak pernah ada perayaan anniversary dalam hubungan kita. Bahkan mungkin dia sudah lupa dengan hari jadi kita.
Sejak hari pertama, dia tidak pernah mengucapkan "Aku cinta padamu". Ini terus berlanjut sampai 100 hari ... ... 200 hari....
Dan setiap kali dia mengantar aku pulang, sebelum kita berpisah, dia hanya memberikan aku sebuah boneka. Setiap hari... tidak pernah sekalipun lupa. Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu...
Kemudian pada satu hari, sebelum kita berpisah...
Aku: "Umm, Ken, aku ..."
Ken: "Apa? Jangan berhenti.. Katakan saja."
Aku: "AKu mencintaimu."
Ken: "... ... ... kamu... ... sudah, bawa saja boneka ini dan pulanglah."
Itulah bagaimana caranya menghiraukan kata-kata "Aku mencintaimu" dari mulutku dan memberikan sebuah boneka. Lalu dia menghilang, sepertinya berusaha lari dariku. Boneka yang aku terima darinya tiap hari, mengisi penuh kamarku.
Ada banyak....
Kemudian datang satu hari, hari ulang tahunku yang ke 17.
Ketika aku bangun di pagi hari, aku memikirkan sebuah pesta dengannya dan menunggu telpon darinya di dalam kamar.
Tetapi.... jam makan siang telah lewat, makan malam telah berlalu dan langit telah menjadi gelap ... Dia masih belum menelepon..
Lalu sekitar jam 2 pagi, dia tiba-tiba menelepon dan membangunkanku dari tidur. Dia mengatakan kepadaku untuk segera keluar dari rumah. Aku tetap merasakan kebahagiaan mendengarkan panggilannya dan segera lari ke luar rumah dengan gembira.
Aku: "Ken..."
Ken: "Ini ... ... ambillah."
Sekali lagi, dia memberikanku sebuah boneka kecil.
Aku: "Apa ini?"
Ken: "Aku belum kasih boneka ini kemarin. Jadi aku kasih sekarang. Aku pulang dulu ya... Bye..."
Aku: "Tunggu, tunggu! Kamu tahu hari ini hari apa?"
Ken: "Hari Ini? Huh?"
Aku merasa begitu sedih, aku pikir dia akan ingat hari ulang tahunku. Tapi ternyata tidak.
Ia berpaling dan berjalan seakan-akan tidak ada apa-apa. Lalu aku berteriak: "Tunggu ..."
Ken: "... ....Ada yang perlu kamu omongin?"
Aku: "Katakan! Katakan kalau kamu mencintaiku..."
Ken: "Apa?!"
Aku: "Katakanlah... ... ..."
Aku merasa begitu sedih, tertekan, dan kecewa. Dia hanya berucap kata-kata dingin lalu pergi.
"Aku ga mau bilang semudah itu kalau aku mencintai seseorang. Tapi kalau kamu benar-benar putus asa untuk mendengarkannya, ..carilah orang lain."
Itulah kata-kata dingin yang diucapkannya sebelum dia lari menjauh. Kakiku terasa kaku, seketika aku jatuh ke tanah.
Dia tidak mau mengatakannya semudah itu... bagaimana dia bisa seperti itu..... mungkin, mungkin dia bukan orang yang tepat buatku...
Sebulan telah berlalu, aku sendiri masih bersama dengannya dan pergi ke sekolah bersama-sama. Tapi apa yang membuat rasa sakitku muncul adalah... aku melihat dia berjalan dengan ... perempuan lain ... Dia sambil tersenyum di wajahnya, senyum yang tidak pernah ia tunjukkan padaku ...
Aku langsung berlari ke rumah dan melihat boneka-boneka di kamarku.. dan air mata menetes.. Mengapa dia memberikan ini semua kepadaku. Mungkin boneka boneka ini berasal dari beberapa teman perempuannya.
Dalam kemarahan yang mendalam, aku melemparkan boneka-boneka itu ke sekitarku.
Kemudian tiba-tiba telepon berdering. Ternyata itu telepon darinya. Dia mengatakan kepadaku untuk datang ke bus stop di luar rumah. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berjalan ke bus stop. Aku tetap mengingatkan diri bahwa aku akan melupakannya... bahwa ini semua akan segera berakhir..
Kemudian ia datang ke hadapanku, memegang sebuah boneka besar.
Ken: " aku pikir kamu tidak akan datang."
Aku tidak bisa membencinya. Aku mencoba berpura-pura bertingkah seperti biasa dan menganggap tidak ada yang terjadi.
Tapi ternyata, dia memegang sebuah boneka. Sama seperti biasanya.
Aku: "Aku tidak butuh itu lagi."
Ken: "Apa? ... ...Kenapa?"
Lalu aku mengambil boneka dari tangannya dan melemparkan boneka itu ke jalan.
Aku: "Aku tidak butuh boneka ini, aku tidak membutuhkannya lagi!! Aku tidak mau lagi melihat orang seperti dirimu!"
Aku mengatakan semuanya. Semua hal yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat terkejut. Matanya bergemetar.
"Maafkan aku.." Dia meminta maaf dalam suara yang kecil.
Kemudian ia berjalan untuk mengambil boneka yang aku lempar itu di jalanan.
Aku: "Bodoh kamu. Mengapa kamu mengambilnya? Buang saja boneka itu!"
Tapi ia tidak mendengarkan kata-kataku. Ia menghiraukanku dan tetap berjalan mengambil boneka itu.
TIN!!..TIN!!..TIN!!~
Dengan suara klakson yang kencang, sebuah truk melaju kencang kearahnya.
"Ken! Awas!! Pergi dari situ!!" Teriakku.. Tapi ia tidak mendengarkanku dan membungkuk untuk mengambil bonekanya.
"Ken!! Minggirlah!!"
TIIIINNN!!!!..
"Braakkk!!!"
Itulah bagaimana dia pergi dariku. Pergi tanpa membuka kedua matanya untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya kepadaku.
Setelah hari itu, aku harus melewati hari-hariku dengan perasaan bersalah dan kesedihan akan kehilangan dirinya. Dan setelah melewati dua bulan seperti orang gila, aku mengambil boneka-bonekanya.
Boneka-boneka itu adalah satu-satunya peninggalan darinya untukku semenjak hari pertama kita berpacaran.
Lalu aku teringat hari-hari yang telah kuhabiskan dengannya dan mulai menghitung hari-hari dimana kita masih bersama-sama...
"Satu ... dua ... tiga ..." Itulah bagaimana aku mencoba menghitung semua boneka itu.
"Empat ratus delapan puluh empat ... empat ratus delapan puluh lima ..." Itu semua berakhir dengan 485 boneka.
Aku kemudian mulai menangis lagi, dengan boneka di tanganku. Aku memeluk erat-erat boneka itu, dan tiba-tiba...
"I love you ~, I love you ~" Aku terkejut dan menjatuhkan boneka itu.
"I...lo..ve..you?" Aku lalu mengambil boneka itu dan mencoba menekan perut boneka itu.
"I love you ~ I love you ~" Mustahil! Kemudian aku menekan semua perut boneka-boneka itu..
"I love you ~"
"I love you ~"
"I love you ~"
Kata-kata tersebut datang tanpa henti. I..love..you ...
Mengapa aku tidak menyadarinya. Di dalam hatinya selalu ada aku. Dia selalu berusaha melindungiku. Mengapa aku tidak menyadari bahwa dia mencintaiku seperti ini...
Aku mengambil boneka di bawah tempat tidurku dan menekan perutnya. Ini adalah boneka yang terakhir, boneka yang aku lempar di jalanan itu. Masih ada bercak darahnya di boneka itu.
Suara itu kemudian keluar dari boneka itu. Suara yang tidak pernah aku lupakan..
"... Kamu tau hari ini hari apa? Kita telah saling jatuh cinta selama 486 hari. Kamu tahu, aku tidak bisa mengatakan aku mencintaimu....umm...itu semua karena aku malu untuk mengatakannya.
Kalau kamu mau memaafkanku dan mengambil boneka ini, aku berjanji akan mengatakan 'Aku mencintaimu' setiap hari.. setiap hari sampai aku mati .. Aku mencintaimu..."
Air mata mengalir deras di wajahku.
Mengapa? Mengapa? Aku bertanya Tuhan.. Mengapa aku baru mengetahui ini semua sekarang?
Dia tidak berada di sisiku lagi.
Tetapi aku tahu kalau dia mencintaiku sampai detik terakhirnya..
Untuk itu... dan untuk alasan itu... ... ...menjadi pacuan semangat dalam hidupku..untuk terus berusaha dalam kehidupan yang indah ini.
Quote:
“ Every man is afraid of
something. That's how you
know he's in
love with you; when he is
afraid of losing you. ”
Semoga postingan ini
bermanfaat buat kalian
semua..
Mengajari kita untuk
mencintai sesama dan
mengajari kita untuk
berani mengutarakan "aku
mencintaimu" selagi ada
kesempatan
Quote:
“ Love is just a word until
someone comes along and
gives it
meaning.”
Thx
nyuu~
hello.
sudah lama tidak mengurus blog dan akhirnya bisa kebuka juga senang sekalii rasanya XD
please follow my twitter @reyhana_
sudah lama tidak mengurus blog dan akhirnya bisa kebuka juga senang sekalii rasanya XD
please follow my twitter @reyhana_
Langganan:
Postingan (Atom)