Blogger Templates

novel fatal frame chapter 4

Re: [Translation]FATAL FRAME - Hinasaki Mafuyu

Semua tulisan di buku alamatku kutulis menggunakan pensil agar mudah dihapus jika ada yang ingin diubah. Tapi, alamat dan nomor telepon mereka berdua hilang begitu saja dari posisinya, tanpa ada bekas dihapus.

Seolah-olah memang tidak ada sejak awal.

“Hinasaki-san, bagaimana kalau Anda telepon adik Anda dan tanyakan pada dia?” Pak Ioka mengusulkan.

Dengan terburu-buru aku kembali memeriksa HPku dan mencari nomor HP Miku. Tapi, nomor itu pun hilang.
Memikirkan kemungkinan nomor itu tak sengaja terhapus olehku sendiri, aku mengingat-ingat nomor Miku dan mencoba menghubunginya. Tapi, berapa kalipun kucoba, yang menerima malah suara komputer yang berkata, ‘Nomor yang Anda hubungi tidak tersambung.’

“Tidak mungkin.....Sampai Miku pun ikut menghilang juga?....”

Ini merupakan pukulan yang sangat keras bagiku.

Aku menyandarkan kepalaku di atas meja dengan lunglai.

Kepalaku rasanya mau pecah.

Aku tidak mengerti sama sekali. Kondisi ini seolah-olah membuatku jadi satu-satunya pihak yang salah paham di sini.

“Apa semua yang ada di game ‘Zero’ ini benar-benar fiksi belaka?” terdengar suara Pak Ioka bertanya, entah pada siapa.

Tidak ada yang menjawab, dan keheningan yang mencekam kembali menyelimuti ruangan.

Kemudian, tiba-tiba;

“Sebetulnya.....” Pak Shibaguchi membuka mulut. Aku langsung mengangkat kepala dan menatapnya.

“Tidak....Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, semua karakter disana murni fiksi...”

“Lalu Saya....”

Pak Shibaguchi mengangkat kedua tangannya menahan protesku. “Tu...tunggu dulu! Memang, dengan adanya Anda di hadapan kami seperti, mungkin sulit dipercaya. Tapi, sebenarnya, rumah yang jadi setting dalam game ini benar-benar ada. Coba Anda buka halaman 3.”

Aku buru-buru membalik halaman dokumen di hadapanku, dan menghadapi sinopsis cerita ‘Zero’.

Himuro Mansion
Tempat ini memiliki segudang legenda dan kabar angin yang tidak menyenangkan. Dikatakan sebagai tempat pembawa sial.
Kepala keluarga Himuro yang terakhir dikabarkan gila dan membunuh seluruh penghuni rumah ini.
Keluarga yang menempati rumah ini setelahnya mengalami ‘Kamikakushi’.
Setelahnya, sering ditemukan mayat terpotong-potong di sekitarnya selama beberapa tahun belakangan ini.
Diduga kasus ini erat kaitannya dengan rumah itu.
Takamine Junsei Sang novelis terkenal tertarik akan legenda ini dan memutuskan untuk menjadikannya bahan novel selanjutnya.
Dengan ditemani asistennya, Hirasaka Tomoe dan editornya, Ogata Kouji, Takamine mengujungi Himuro Mansion.
Tetapi sejak itu, kabar mereka tidak terdengar lagi.

“Tempat yang namanya Himuro Mansion ini benar-benar ada?” tanyaku pada Shibaguchi-san.

“Di tempat kelahiran Saya ada tempat yang sangat mirip dengan rumah itu. Waktu Saya masih kecil, Saya dilarang mendekati tempat itu. Kami menjulukinya rumah hantu. Rumah itu sampai sekarang masih berdiri tegak, kata ibu Saya waktu saya tanyakan lewat telepon belum lama ini. Padahal sudah 20 tahun berlalu. Karena itu, Saya jadikan ide untuk game ini saja.”

“Tempat itu memang hebat. Bisa dibilang itu Master Piece Saya.” Pak Kitaike berkata sambil tersenyum tipis.

Master Piece?

Apa aku salah dengar yang barusan itu?

Aku ingin bertanya untuk memastikannya, tapi tidak menemukan kata-kata dan alasan yang tepat untuk bertanya, jadi memutuskan diam saja.

“Waktu Saya masih kecil, rumah itu dijaga oleh seorang nenek. Tapi dia sudah meninggal sepuluh tahun silam, jadi sekarang rumah itu kosong sama sekali. Jadi, waktu survey mencari datanya, Saya menghubungi real estate sekitar situ. Tapi...”

“Ada sesuatu yang terjadi?”

“Yah....Bukan hal yang penting...Tapi....” Shibaguchi-san kelihatan enggan melanjutkan ucapannya. Tsukihara-san kemudian melanjutkan,
“Pada waktu Anda melakukan survey itulah Anda mencapat ilham karakter-karakter game ini. Iya, kan?”

“Ya.”

“Jadi, pada waktu berada di rumah itu Anda mendadak terbayang dan menciptakan Miku, si karakter utama, Mafuyu, sang Kakak yang bernama sama dengan Hinasaki-san, dan juga novelis bernama Takamine itu?” pak Ioka menyimpulkan.

Pak Shibaguchi mengangguk.

“Agak sulit dipercaya memang, tapi entah kenapa, saat berjalan di dalam rumah itu, mendadak saya mendapat ide, dan nama-nama para karakter utama itupun bermunculan di kepala Saya. Waktu itu Saya buru-buru mencatatnya supaya tidak lupa. Iya, kan Pak Kitaike?”

“Ya. Waktu itu Saya, Pak Shibaguchi dan seorang illustrator menjelajahi rumah itu menggunakan senter, karena walaupun masih siang, suasana di dalam sana gelap sekali. Pak Shibaguchi tiba-tiba berjongkok dan mulai mencatat sesuatu di notesnya. Waktu Saya coba mengintip, ternyata dia menulis beberapa nama. Nama-nama itulah yang kemudian dipakai dalam game ini. Nama-nama itu agak tidak lazim, jadi Saya sama sekali tidak menyangka ada orang yang bernama sama....Selain itu....”

“Ada lagi yang lain?” tanya Pak Ioka. Kali ini Pak Shibaguchi yang menjawab,

“Saya mendapat ilham nama disana. Tapi bukan hanya itu yang aneh. Ilustrator yang melihat nama yang saya tulis itu mendadak juga mendapat ide dan langsung membuat sketsa wajah para karakter itu. Sketsa itulah yang kemudian jadi dasar pembuatan polygonnya.”

“Dengan kata lain, nama dan wajah karakter Hinasaki Mafuyu yang persis dengan Hinasaki-san diciptakan pada waktu yang bersamaan, di tempat yang jadi setting game ini, begitu?”

Mendengar pertanyaan Pak Ioka itu, Pak Shibaguchi dan Pak Kitaike saling berpandangan dan menggelengkan kepala. Sepertinya mereka sudah kehabisan kata-kata.

“Sepertinya kita memang harus pergi kesana sendiri, ya...” Pak Ioka bergumam dengan suara rendah.

“Pergi...Kemana?” tanya Tsukihara-san.

“Tentu saja ke rumah bermasalah itu. Habis, aneh sekali, kan? Begitu ke rumah itu, tiba-tiba saja Pak Shibaguchi dan illustrator mendapat ide, yang bisa sebegitu persisnya dengan kondisi orang sesungguhnya. Menurut Saya, ini sudah tidak bisa dibilang kebetulan.”

“Eng...Saya tidak bermaksud memanas-manasi, lho. Itu kenyataan....” Pak Kitaike berkata.

“Tidak...Maaf. Soalnya terlalu banyak hal aneh disini. Begini, menurut Saya, semua misteri ini mungkin bisa terjawab jika kita pergi kesana. Iya, kan Hinasaki-san?” Pak Ioka menatapku. Aku tidak menjawab, tapi mengangguk dengan ragu-ragu.

Rumah itu memang agak mengganjal di pikiranku.

Tapi ini bukan karena semangat pekerjaan.

Takamine Sensei, Hirasaka-san, bahkan adikku, Miku, semua menghilang begitu saja, seolah-oleh mereka hanyalah khayalan belaka.
Aku merasa ditinggalkan seorang diri di dunia nyata, sementara mereka masuk ke dunia game yang berjudul ‘Zero’.

Aku ingin segera pulang dan melihat wajah Miku. Aku juga ingin memastikan keberadaan Takamine Sensei dan Hirasaka-san. Kepalaku sepertinya tidak sanggup untuk memikirkan hal lain selama belum memeriksa dan memastikan kedua hal itu.

“Maaf, Saya agak kurang enak badan. Saya boleh pamit duluan?” bisikku pada Pak Ioka. Pak Ioka, yang sepertinya sudah tahu perasaanku memandangiku dengan khawatir.

“Baik, saya mengerti. Pokoknya, Anda bawa saja dulu dokumen-dokumen ini dan pelajari di rumah.”

“Ah, kalau begitu, sekalian saja anda bawa pulang beta version ini. Ini sudah nyaris mendekati versi sempurnanya.” Tsukihara-san memberikan sebuah DVD padaku.

Aku menerima dokumen-dokumen dan DVD itu kemudian bergegas keluar dari kantor game maker itu seperti sedang dikejar-kejar sesuatu. Pak Ioka ikut pulang denganku.

Begitu tiba di Ichigaya, aku segera meninggalkan Pak Ioka dan menuruni tangga ke stasiun.

“Besok Saya akan melepon lagi. Pikirkan mengenai rencana ke rumah bermasalah itu, ya!!” samar-samar Aku mendengar Pak Ioka berkata begitu di belakangku.

0 komentar:

Posting Komentar